RANTAI DISFORIA
Cerpen Karya Ersaja
Semua berawal dari sebuah pesan di media sosialnya. Sejak kenal sosial media, Nia menjadi rutin mengunggah kesehariannya di internet. Dan berkat parasnya yang cantik, setiap kali ia menggunggah foto, tidak butuh waktu lama hingga ponselnya berdenting secara berturut-turut. Tanpa sanggup menahan senyum, ia akan memeriksa ponselnya dan melihat betapa banyak orang yang menyukai dan berkomentar di fotonya.
Yaampun cantik banget!
Bening banget wajahnya. Masih kecil aja udah cantik banget apalagi kalau udah besar!
Ini bukan artis? Seriusan?
Setiap foto yang ia unggah selalu menjadi bahan pembicaraan. Orang-orang yang tidak dikenalnya, orang-orang yang tidak akan merasa sungkan dan tak punya keuntungan apa-apa jika berbohong padanya memuji dan mengagumi setiap gambar yang ia unggah. Menjadi pusat perhatian di dunia maya membuatnya senang. Ia semakin rajin mengunggah foto, berharap eksistensinya semakin dikenali orang-orang. Berharap ia semakin memiliki nilai di mata orang banyak.
Ting.
Ponselnya berdenting sekali lagi. Kali ini sebuah pesan.
HalocantikJ, Aku Indra.. Kamu anak SMP 2 kan? Boleh kenalan?
Nia terkejap sejenak. Ia mencoba membuka profil sosok yang mengirimnya pesan itu. Seorang cowok yang terlihat sedikit lebih tua dari Nia, dengan rambut pendek dan senyum yang mirip dengan oppa Korea. Seketika saja muka Nia memerah. Untuk pertama kalinya ada anak laki-laki yang berusaha mendekatinya. Iapun dengan segera membalas pesan itu dengan senang.
Berawal dari pesan itu, mereka semakin dekat. Indra merupakan sosok yang sangat menyenangkan. Ia duduk di bangku SMA dan sebentar lagi akan kuliah. Ia begitu ramah dan selalu mau mendengar semua keluh kesah Nia, selalu mengucapkan kata-kata manis pada Nia hingga hatinya serasa meleleh tiap kali melihat nama Indra di layar ponselnya. Keduanya semakin dekat hingga hubungan yang hanya bermula dengan bertukar pesan sebagai sahabat maya, berubah menjadi saling telepon setiap malam, diselingi dengan video call di akhir pekan.
Benih-benih cinta muncul dalam diri Nia dan meski mereka belum pernah bertemu, Nia tidak ragu untuk berkata ‘Ya’ ketika Indra meminta Nia menjadi pacarnya.
“Kita kan udah resmi pacaran, nggak mau ketemuan langsung nih?” Tanya Indra suatu hari saat dari telepon.
“Ketemuan? Mau, mau, mau!” Seru Nia girang. “Tapi aku nggak di kasih untuk pergi jauh-jauh sama orangtuaku kak…”
“Eh, udah jadi pacarku kamu jangan manggil aku pakai Kak lagi. Indra aja, cukup.” Potong Indra. “Aku aja yang jemput, gimana? Kita jalan-jalan sebentar gitu di mall, habis itu aku antar pulang.” Tawar Indra. Nia mengiyakan dengan pasti. Sekarang ia punya seorang pacar, ia akan dijemput sepulang sekolah dan mereka akan pergi jalan-jalan. Di kepala Nia terbayang bagaimana hari-harinya akan seperti mereka ulang kisah-kisah romantis yang ia baca di dalam novel.
***
Hari pertemuan yang Nia nantikan akhirnya tiba. Kakinya ia ayun-ayunkan di bangku halte di depan sekolah dengan resah bercampur gugup. Ia terus menerus melirik ke jalan dengan resah di setiap menit yang berlalu. Sesekali ia memeriksa ponselnya dan mengecek apakah ada pesan baru yang masuk atau tidak. Tak lama kemudian, ia mendengar suara deru motor dan begitu Nia mengangkat kepalanya, di depannya, sosok yang selama ini hanya ia lihat dari balik layar, melambaikan tangan.
“Ka– Indra! Aku pikir kamu lupa mau jemput aku.” Senyum Nia kembali dalam sekejap ketika kakinya melangkah bergegas mendekati Indra.
Tangan Indra mengelus pipi Nia lembut, membuat wajahnya memerah. “Maaf, maaf. Aku juga baru pulang sekolah. Mana mungkin aku lupa mau ketemu sama pacarku yang cantik ini?” Ia tersenyum jahil sebelum menyerahkan helm pada Nia.
Kencan pertamanya terasa sangat menyenangkan. Indra tidak ragu untuk menggenggam tangan Nia ketika mereka berjalan. Ia membelikan Nia sepasang anting-anting yang sangat cantik dan mentraktirnya makan. Ia betul-betul merasa sedang menjadi karakter utama sebuah cerita.
Mereka berkeliling hingga sore hari sebelum Indra mengantarnya pulang. Lebih tepatnya, mengantarkan Nia ke taman dekat rumahnya karena Nia takut Mamanya akan marah kalau tahu ia pergi keluyuran sepulang sekolah.
“Makasih ya! Hari ini aku seneng banget!” Ucap Nia sambil mengembalikan helm yang ia kenakan pada Indra. Indra turut melepas helmnya dan menatap Nia dengan tatapan yang penuh dengan kasih sayang. Perlahan ia mendekatkan wajahnya ke Nia hingga jarak diantara keduanya hanya tersisa beberapa senti. Nia yang terkejut dan bingung hanya terdiam mematung menatap mata Indra, hingga ia merasakan kecupan di bibirnya.
Nia mengambil langkah mundur dalam hitungan detik dan mengatup mulutnya dengan kedua tangan. Jantungnya berdebar dengan sangat kencang hingga rasanya semua orang bisa mendengar suara degup jantungnya. Kepalanaya berusaha memproses apa yang baru saja terjadi. Apa itu barusan?Apa Indra baru saja… menciumnya?
Indra yang melihat reaksi Nia hanya tertawa kecil sambil menyandarkan badan ke motornya. “Kamu imut deh. Kita kan udah pacaran. Yang tadi itu wajar untuk orang pacaran. Itu tandanya aku betulan sayang sama kamu.” Ucapnya sambil mengedipkan mata. “Aku pulang ya? Nanti malam aku telepon lagi.” Lanjut Indra sebelum melaju pergi meninggalkan Nia yang masih melongo seorang diri di taman.
Dengan wajah yang memerah Nia berlari menuju rumahnya dan langsung masuk ke dalam kamar. Nia tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Apa yang dilakukan Indra membuatnya panik, tetapi ia juga merasakan euforia tersendiri. Kata-kata Indra kembali terputar di otaknya.
“Itu tandanya aku betulan sayang sama kamu.”
Nia tidak pernah jatuh cinta sebelumnya, apalagi berpacaran. Tapi Indra lebih tua darinya. Wajar kalau Indra tahu lebih banyak. Mungkin Indra benar. Nia berusaha meyakinkan dirinya sendiri dan memutuskan untuk percaya pada Indra.
***
Hubungan Nia dan Indra terus berlanjut. Indra makin sering menemuinya dan tak jarang memberikannya kecupan. Entah di kening, di pipi ataupun di bibir, sembari membisikkan kata-kata romantis ke telinga Nia. Dan Nia lama-kelamaan terbiasa dengan hal itu dan membiarkan Indra merangkul dan menciumnya karena ia yakin semua itu didasari oleh rasa cinta.
Foto-foto di media sosial Nia kini dipenuhi dengan fotonya dan Indra serta koleksi hadiah-hadiah yang tak henti-hentinya Indra berikan padanya. Tak jarang ia melihat komentar-komentar iri teman-temannya yang berkata Nia sangat beruntung punya pacar yang tampan dan perhatian seperti Indra. Hal itu membuat Nia semakin gencar memamerkan keromantisan hubungan dengan Indra di media sosial.
Suatu hari, Indra sedang dalam mood yang jelek ketika mereka sedang melakukan video call. Ia bercerita bahwa hasil tesnya jelek dan hal itu membuatnya merasa sedih.
“Sayang…” Panggil Indra. Nia hanya memiringkan wajahnya dan tersenyum pada pacarnya itu. “Aku kan lagi sedih, hibur aku dong.” Ucap Indra dengan nada manja.
“Hibur gimana?” Tanya Nia.
“Aku mau lihat kamu.” Ucap Indra setengah berbisik. Nia mengerutkan keningnya karena tidak paham maksud Indra. Bukannya mereka sedang saling tatap-tatapan di video sekarang?
Seakan-akan membaca pikiran Nia, Indra menambahkan, “Bukan cuma wajah kamu. Tetapi kamu sepenuhnya…” Ucapnya masih dengan suara lembut dan penuh kasih seperti biasanya. Tangannya digerakkan ke area dada. Mata Nia membelalak begitu paham maksud Indra dan dengan cepat ia menggelengkan kepalanya.
“Kenapa? Kamu malu? Kan cuma aku yang lihat. Pacarmu lho… Toh ini kan di telepon. Setelah ini nggak ada yang bisa melihat lagi. Kamu nggak percaya sama aku?” Indra menatapnya dengan kecewa. “Kamu nggak cinta sama aku?”
“Bu, bukan gitu. Tapi…” Nia menjawab dengan ragu. Ia cinta Indra dan tidak ingin membuat Indra kecewa. Tapi…
“Tetap pakai bra juga nggak apa kok. Aku cuma mau lebih tahu kamu. Biar aku nggak sedih lagi. Kalau lihat kamu aku selau jadi senang.” Ucapan Indra membuat rasa ragu Nia semakin bercampur dengan rasa bersalah.
Meski ragu, perlahan ia menanggalkan kaos yang ia kenakan. Tangannya berusaha memeluk badannya karena malu. Masih dengan wajah yang memerah, ia mencuri pandang ke arah layar ponselnya.
“Tuh kan, benar dugaanku. Kamu memang cantik banget… Mukamu cantik, badanmu juga bagus. Beruntung banget aku punya pacar kayak kamu.” Nia melihat Indra tersenyum. Senyum yang sama yang selalu penuh dengan kasih sayang. Senyum yang selalu membuat Nia tenang.
Nia menghela napas yang sedari tadi ia tahan. Perlahan tangan yang berusaha menutupi badannya ia turunkan.
***
Kejadian itu adalah awal kesalahan fatal bagi Nia. Karena tak butuh waktu lama untuk Nia akhirnya mengetahui bagaimana sifat asli Indra. Indra yang ia kenal sebagai sosok yang lembut dan romantis tak bertahan lama. Semakin lama mereka berpacaran, Indra semakin sering mengasari Nia. Ia sering marah-marah tanpa sebab dan berujung minta maaf pada Nia dan memohon agar Nia tidak pergi karena ia masih cinta.
Tetapi kesabaran Nia berakhir ketika Indra mulai sering menghilang dan hanya muncul ketika ia membutuhkan sesuatu. Tak jarang Indra meminjam uang Nia untuk kebutuhan kuliahnya namun tak pernah jelas kemana ujungnya. Teman-teman Nia mulai menasihatinya, berkata bahwa hubungan mereka semakin tidak sehat. Dan Nia setuju akan hal itu.
Setelah mempersiapkan diri dan kata-kata, Nia menghubungi Indra dan meminta untuk mengakhiri hubungan mereka. Namun respon Indra lebih menakutkan diluar ekspektasi Nia.
“Aku dari dulu selalu baik, selalu sayang sama kamu. Terus sekarang karena aku lagi jatuh, kamu mau pergi? Sana pergi kalau gitu. Tapi asal kamu tahu, kalau kamu pergi, semua screenshot dari video-video badanmu itu akan kusebar di internet!” Ancamnya dengan nada tinggi. Seketika juga wajah Nia menjadi pucat pasi. Seakan belum cukup, ponsel Nia bergetar berkali-kali dan foto-foto dirinya tanpa busana, foto-foto yang ia kirimkan pada Indra atas dasar cinta, foto-foto yang katanya hanya untuk Indra dan Indra seorang kini terpampang di layar kacanya.
“Sekarang kamu tahu kan resikonya kalau kamu minta putus lagi?” Indra berbisik dari seberang telepon, sementara Nia hanya bisa menangis karena takut. “Aku sayang sama kamu, Nia. Ayo kita ketemu sekarang. Kalau kamu nurut nanti fotonya aku hapus.” Lanjut Indra dengan lembut. Namun suaranya yang penuh sayang itu tetap seperti jarum di telinga Nia.
Nia menuruti permintaan Indra. Karena takut dan karena secercah harapan untuk menghilangkan foto-foto yang ada di tangan Indra hanya bisa ia peroleh jika mereka bertemu. Mereka akhirnya bertemu di sebuah taman kecil. Begitu bertemu, Indra segera memeluknya dan kembali membisikkan kata-kata cinta yang sama sekali tak Nia dengarkan. Badan Nia tak lagi merasakan hangat dari pelukan Indra. Yang ada hanya rasa takut, takut dan takut.
“Katanya kalau kita ketemu kamu mau hapus foto-foto itu?” Tanya Nia tak sabar. Indra tidak mengubrisnya dan tetap memeluk Nia. Namun Nia tersentak ketika ia merasakan tangan Indra tak lagi merangkulnya, namun mulai meraba pahanya. Awalnya Nia hanya berusaha menggeser posisinya dan mendorong tangan Indra menjauh. Namun Indra terus berusaha menyentuhnya lagi dan lagi hingga Nia tidak nyaman.
“Tunjukin dulu kalau kamu masih sayang sama aku, baru aku hapus fotonya.” Bisik Indra di telinga Nia. Salah satu tangannya entah sejak kapan mulai berusaha masuk dari sela baju Nia selagi tangan Indra yang lain masih berusaha meraba paha atas gadis itu dengan semakin agresif.
Insting Nia untuk melindungi dirinya, membaca kemungkinan apa yang mungkin berusaha Indra lakukan membuat Nia dengan cepat meronta dan mendorong badannya sejauh mungkin dari Indra selagi mulutnya berusaha berteriak sekeras mungkin. Ia terjatuh dari kursi tempat mereka duduk dan tanpa pikir panjang segera berusaha kabur dari taman itu. Meski Indra memanggil namanya, ia tidak berusaha berbalik. Air mata telah membasahi pipinya.
Kejadian itu terus menghantui Nia, baik ketika ia tertidur maupun terbangun. Telepon dari Indra tak ia angkat dan Nia menolak untuk pergi ke sekolah. Ia mengurung dirinya di kamar dan menangis terus menerus tanpa menjelaskan apapun kepada orang tuanya.
Ia merasa malu dan takut jika orang tuanya tahu. Setiap harinya Nia merasakan horor dari setiap suara motor yang terdengar di depan rumahnya, takut kalau Indra berusaha mencarinya lagi. Ia ingin bisa menghapus memorinya soal Indra tetapi setiap kali ia memejamkan mata, kejadian di taman sore itu selalu terputar kembali di kepalanya.
Ting ting ting
Ponselnya berbunyi memberi notifikasi secara terus menerus. Suara dentingan yang tak berhenti membuat Nia mengangkat wajahnya dari kasur, dan dengan matanya yang sembab, diperiksanya ponsel itu.
Ini yang foto syurnya lagi viral itu ya?
Dek sama abang aja gimana? Abang bisa kasih uang jajan yang banyak. Wkwkwkwk
Astaga masih bocah udah muncul di situs porno aja mukanya
Woi bagi link dong! Pengen liat juga dedek cantik.
Ini yang fotonya ada di link ini kan?
Di kamarnya yang gelap, Nia hanya bisa melihat bagaimana media sosialnya kini penuh dengan komentar-komentar yang membuatnya merasa jijik. Dengan tangan gemetar Nia menekan tombol link yang dibicarakan orang-orang.
Nia segera melempar ponselnya ke dinding hingga hancur dan berteriak histeris ketika melihat foto-foto yang dimiliki Indra kini berjejer di situs-situs dewasa, lengkap dengan namanya, umurnya, bahkan alamat rumahnya.
Indra tidak bohong soal ancamannya. Dan oh betapa ironisnya, bahwa kini ia menjadi pusat perhatian seperti mimpinya. Namun dengan cara yang tak sekalipun terlintas di kepalanya.
***
Foto-fotonya yang kini viral membuat keadaan memburuk. Orang tuanya ikut merasa stress karena menghadapi orang-orang yang berusaha mencari tahu. Telepon iseng, teror orang-orang ke rumah, dan Nia yang semakin dihantui oleh foto-fotonya sendiri seakan membuat dunianya berakhir.
Nia tidak ingat kapan ia pergi keluar. Yang ia tahu ia sudah berada di taman yang sama tempat semuanya bermula dan juga tempat semuanya berakhir. Ia melihat ke langit dengan tatapan kosong. Malam itu bintang bersinar terang. Tapi di mata Nia semua terasa gelap. Jemarinya memainkan silet di tangannya dan napasnya masih tidak teratur karena terlalu lama menangis. Ia menatap langit sekali lagi sebelum menarik napas sedalam mungkin.
Satu tarikan…
dua tarikan…
tiga tarikan…
Matanya memandang warna merah yang kini menghiasi pergelangan tangannya. Lucunya ia tidak merasa sakit. Ada ketenangan sendiri yang ia rasakan bersama dengan rasa hangat yang membanjiri tangannya.
Bintang-bintang masih bersinar di langit malam. Namun perlahan, semuanya menghilang dari pandangan Nia dan berganti gelap. Suara orang-orang tak lagi terputar di kepalanya. Hanya hitam, hitam dan tenang.
== SELESAI==
